Momentum Peringati 54 Tahun proklamasi Republik Papua Barat

Momentum Peringati 54 Tahun proklamasi Republik Papua Barat

Perlu Konferensi Sejarah Demi Persatuan Dan Membangun Nasionalisme Bangsa 

Momentum Peringati 54 Tahun proklamasi Republik Papua Barat,  Refleksi dan Konferensi Sejarah Demi Persatuan Bangsa.

Konferensi sejarah untuk satukan sejarah gerakan perlawanan 1961-2023 menjadi sejarah bangsa Papua bukan sejarah organisasi masing-masing agar generasi muda bisa dibaca suatu saat sebagai pembelajaran untuk mempertahankan eksistensi Bangsa Papua dan Perjuangannya.

Konferensi Sejarah diperlukan karena perpecahan dalam persatuan terjadi karena perbedaan akar historis organisasi gerakan pelawan Sipil maupun militer dengan berbagai latar belakang yang berbeda membangun gerakan Perlawanan.

Untuk Konferensi Sejarah sangat penting supaya lahirnya organisasi gerakan di sipil maupun militer tidak dilihat berdasarkan latar belakang tokoh dan peristiwa politik secara terpisah namun dilihat sebagai satu kesatuan sebagai sejarah bangsa sejak 1961-2025.

Refleksi perjuangan secara menyeluruh terhadap sejarah perjuangan bangsa Papua maka perpecahan persatuan sudah pernah terjadi tahun 1962 ketika masalah Papua menjadi sengketa internasional. Perjanjian New York sampai dengan Penyerahan administrasi 1 mei 1963 membuat pejuang Papua saat itu sudah pecah.

Perpecahan dalam persatuan itu terjadi akibat hal-hal prinsip dan pro kontra terhadap campur tangan kapitalisme dalam proses dekolonisasi West Papua. Hal ini mengakibatkan Dewan New Guinea Raad NGR juga terpecah karena pro kontra terhadap perjanjian New York sampai dengan Penyerahan administrasi West Papua kepada Indonesia.
Dampaknya Nikolas Jouwe dan kawan-kawan pernah membentuk satu Pront perlawanan diluar NGR karena tidak percaya dengan sikap Belanda.

Kemudian perpecahan Pasca proklamasi kemerdekaan Republik Papua Barat 1 juli 1971 Pray dan Zeth Rumkorem pecah karena sentimen subjektif dan primordialisme suku atau politik identitas.
Walaupun secara ideologis sangat jelas waktu itu dimana muncul prinsip politik dan prinsip ideologis juga jelas dimana yang nampak kelompok Nasionalis Liberal dan Sosialis tahun 1971- 1982. Jadi perpecahan saat itu bukan karena primordialisme suku berdasarkan dua tokoh ada dibalik proklamasi 1 juli tetapi juga prinsip ideologis pun jelas waktu itu. Hal ini bisa terlihat dalam buku yang ditulis oleh  Dr Jhon Ondowame Almarhum.

Kemudian pada tahun 1988 deklarasi Melanesia Barat pada 14 Desember 1988 di Jayapura dengan tokoh Thomas Wanggai, yang kita kenal dengan simbol bendera bintang 14 sampai saat ini masih terus berjuang Papua merdeka. 
Selain itu ada deklarasi negara di Swedia dan di Belanda sekitar Tahun 1997, dimana ada deklarasi dua presiden dan Pemerintahan dua tokoh yang berbeda kaisiepo dan Pray.

Kemudian perpecahan persatuan dan dinamika kekinian pasca Presidium Dewan Papua PDP tahun 2000 berbagai organisasi gerakan.
Mulai dari Dewan Adat Papua 2002, WPNA, WPNCl, PNPMPP,  Demak, Sonamapa Parjal Pront Pepera lahir 2002-2006.
Puncak dari Konsolidasi perlawanan saat itu penolakan otonomi khusus Tahun 2005 dan Pada tahun 2006 aksi tutup Freeport 16 Maret 2006 dikenal dengan uncen berdarah.

Pasca peristiwa 16 Maret 2006 di Jayapura maupun seluruh kota di Papua tidak ada pergerakan sipil dalam kota terdegradasi atau terjadi stagnan. Sekalipun ada gerakan tetapi tidak terbuka melakukan aksi jalan waktu saya melihat kondisi objektif Jayapura tahun 2006-2007  saat itu.

Pada Tahun 2008 konsolidasi mahasiswa dari luar Papua dan mahasiswa di Papua melakukan konsolidasi bersama semua organisasi gerakan melahirkan KNPB 19 November Tahun 2008. Pasca konsolidasi Perlawanan secara terbuka diambil alih oleh KNPB dengan mendeklarasikan Papua Zona Darurat HAM 1 Desember 2008 dan Menuntut Referendum di Papua. Pada Tahun 2010 KNPB mendorong kongres Pertama Melahirkan resolusi Persatuan Sipil, Persatuan Militer dan Persatuan diplomasi untuk terwujudnya agenda Referendum di Papua.

Berdasarkan Resolusi Kongres maka untuk terwujudnya Referendum di Papua dibutuhkan alat perjuangan demokrasi dan persatuan sehingga maka KNPB menginisiasi mendorong persatuan militer Sipil dan diplomasi dan sampai sekarang mendorong persatuan. Semua persatuan didorong KNPB berdasarkan Resolusi Kongres KNPB berakhir di ULMWP dengan kehancuran persatuan dengan ambisi Jabatan dan kekuasaan di ULMWP.

Dalam perjalanan ada kongres III lahirnya NFRPB dan organisasi gerakan sipil lain lahir seperti Garda P, Gempar Papua dan FIM periode 2011-2014.
Konsolidasi persatuan berlanjut di dalam negeri dan luar negeri sampai dengan lahirnya ULMWP tahun 2014 di Vanuatu. Kemudian KTT pertama ULMWP di dorong Tahun 2017 mengambil alih kepemimpinan dari Otto Mote ke Benny Wenda dan sistem organisasi atau hirarkinya koordinatif diubah menjadi komando dengan Trias politika sehingga Persatuan ULMWP hancur sampai saat ini terjadi dualisme karena ambisi kepemimpinan.

Melihat dari semua proses tersebut ada berbagai faktor faktor-faktor yang internal maupun eksternal musuh menjadi pemicu lahirnya organisasi gerakan sipil maupun militer dengan berbagai pengorbanan termasuk nyawa pejuang maupun rakyat sipil mengorbankan diri untuk mempertahankan eksistensi perlawanan.

Setiap gerakan lahir bukan hanya kebetulan bukan cari sensasi ataupun hanya karena idealisme semata tetapi gerakan lahir berdasarkan kondisi objektif dan kebutuhan waktu itu yang mengharuskan terjadi Peristiwa politik dalam sejarah penindasan Bangsa Papua.
Karena dalam sejarah  perjuangan tidak ada yang gratis semua hal membutuhkan pengorbanan  termasuk dalam proses  lahirnya masing-masing organisasi gerakan sipil dengan platform dan Tujuan atau tuntutan menjadi isu fokus perjuangan.

Sekalipun demikian hal yang sangat prihatin kita saat ini perlu mengambil solusi alternatif adalah dinamika perpecahan persatuan belakangan ini semakin semakin hancur  karena berbagai faktor faktor-faktor mulai dari politik adu domba oleh musuh, trust issue dalam organisasi gerakan dengan sentimen subjektif, dan ego personal pejuang serta politik identitas dengan pandangan primordialisme yang dikelola internal perjuangan maupun external. Hal ini terjadi tidak terlepas dari campur tangan musuh sedang menghancurkan persatuan dan nasionalisme Bangsa Papua namun pejuang pun terjebak dalam skenario politik adu domba dimainkan oleh musuh hancurkan persatuan.

Di lain sisi perpecahan Persatuan dan kesatuan dalam perjuangan sekarang  terjadi bukan karena hal prinsip dan bukan karena sikap ideologis tetapi karena sentimen dan politik identitas disuburkan dengan pandangan primordialisme belum tuntas kesadaran kritis dan kesadaran ideologi sehingga perpecahan terjadi fanatisme buta melihat tokoh-tokoh penggagas dan peristiwa politiknya serta siapa yang menjadi pemimpin dalam sebuah organisasi.

Untuk itu Refleksi 54 Tahun Proklamasi 1 Juli 1971, Pentingnya Persatuan Dan Konferensi Sejarah Bangsa menjadi hal yang penting demi Persatuan. 
54 Tahun proklamasi diumumkan sampai saat ini masih terus berjuang untuk hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Dalam proses perjuangan Papua memiliki banyak sejarah perjuangan dengan berbagai peristiwa politik diperingati setiap tahun salah satunya adalah 1 juli 1971 dikenal dengan istilah proklamasi kemerdekaan Republik Papua Barat hari ini 54 Tahun.

Apapun peristiwanya siapapun tokonya itu kita sebagai anak bangsa menghormati dan menghargai setiap peristiwa politik yang terjadi dalam perjuangan di masa kolonialisme Belanda dan perlawanan terhadap kolonialisme Indonesia termasuk  melawan konspirasi kapitalisme Amerika Serikat mengorbankan nasib bangsa Papua. Sebagai anak bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk mengetahui dalam proses pembelajaran tetapi mengkaji secara mendalam apa yang sesungguhnya terjadi pada tanggal 1 juli 1971.

Seringkali menjadi perdebatan internal perjuangan peristiwa politik peristiwa 1961 masa kolonialisme Belanda, mulai dari tanggal 5 April 1961 lahirnya Dewan New Guinea Raad  sampai 1 Desember 1961 dikenal dengan deklarasi Manifesto politik Bangsa Papua Barat.

Dalam proses persiapan dekolonisasi dipersiapkan oleh Belanda berdasarkan resolusi 15145141 tahun 1960 tentang hak penentuan nasib sendiri. Proses persiapan dekolonisasi West Papua mulai Manuver politik Soekarno berdampak pada perjanjian New York 15 Agustus 1962 sampai dengan penyerahan administrasi 1 mei 1963  penuh dengan politik  kooptasi dan Manuver neokolonialisme serta kepentingan kapitalisme.

Dampak dari konspirasi dua kepentingan politik dan ekonomi kapitalisme melahirkan perpecahan terhadap anggota NGR sampai mosi tidak terhadap Belanda dan menolak perjanjian New York Agreement dan menolak pengerahan administrasi West Papua kepada Indonesia secara sepihak.

Dampaknya perpecahan internal orang Papua yang mendukung perjanjian New York ada yang menolak perjanjian tersebut melegitimasi Penjernihan administrasi kepada Indonesia sebelum pelaksanaan referendum berdasarkan perjanjian New York Pasal 18 tentang hak memilih secara bebas satu orang satu suara.
Sebagai besar anggota New Guinea Raad kecewa terhadap kesepakatan sepihak tanpa melibatkan orang asli Papua.

Dari dinamika perpecahan tersebut yang menolak melakukan perlawanan mulai gerakan sipil di Biak Manokwari Jayapura dan Sorong. Bukan hanya gerakan sipil yang menolak perjanjian New York dan penyerahan administrasi mulai melakukan perlawanan di kepala burung mulai dari penyerangan terhadap Markas militer Indonesia di Arfai Manokwari dikenal dengan 28 juli 1965 bentuk penolakan terhadap penyerahan administrasi kepada Indonesia.

Pasca Penyerahan administrasi sebagian kepada Indonesia sebagian besar orang Papua ikut Belanda Pulang termasuk sejumlah anggota Dewan New Guinea Raad atau dewan Nasional Papua saat itu dibentuk.
Nicholas Jouwe Ketua NGR pulang ke Belanda Mendirikan Gerakan Perlawanan dengan membentuk satu Pront Persatuan di luar NGR karena  tidak percaya kepada Belanda yang dianggap mengkhianati Bangsa Papua.
Perlawanan Terhadap Indonesia dilakukan di dalam negeri maupun di pengasingan sampai dengan pelaksanaan referendum di Papua yang disebut Pepera 1969 yang dimenangkan oleh Indonesia dengan kekuatan militer organik maupun non organik serta infiltrasi intelijen melakukan teror dan intimidasi terhadap rakyat.

Perlawanan Terhadap Indonesia setelah Arfai Manokwari berlanjut sampai dengan konsolidasi kekuatan perlawanan di Papua dipimpin Beberapa Intelektual terkemuka saat itu Zet J Rumkorem Yakob Prai Arnold Ap dan kawan-kawan yang Menolak hasil Pepera 1969 dan keberadaan Indonesia di West Papua.

Dari konsolidasi perlawanan tersebut lahirnya proklamasi 1 juli 1971 awal kolonialisme Indonesia di Papua Barat. Peristiwa politik konsolidasi 1 juli 1971 bukan hanya konsolidasi dalam negeri Papua namun komunikasi dilakukan dengan mereka yang keluar ikut Belanda termasuk salah satu tokoh komunikasi aktif adalah Nikolas Jouwe di Belanda.

Dimana saat menjelang proklamasi Zet Rumkorem komunikasi dengan Jouwe di Belanda dengan maksud agar Nama Nikolas Jouwe diumumkan sebagai Presiden dalam pengumuman proklamasi Negara Republik Papua Barat. Namun Nikolas Jouwe kembali menunjuk Zet Rumkorem Sebagai Presiden karena beliau ada di luar negeri sehingga yang menjadi presiden termasuk penanggung Jawab harus ada dalam negeri.

Berdasarkan penunjukan dan saran yang disampaikan tersebut dalam proklamasi diumumkan Zeth Rumkorem bertindak sebagai Presiden Republik Papua Barat dan kabinet pemerintahan negara dan memiliki Konstitusi negara secara de jure diumumkan pada 1 juli 1971.

Dari 1 Desember 1961 dan 1 juli 1971 dua peristiwa politik yang dikenal dan terus diperingati sebagai hari nasional bangsa Papua setiap Tahun. 
Hal ini salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap sejarah bangsa, sebab Bangsa yang besar itu bangsa yang menghargai sejarahnya. 

Sekalipun demikian dari dua peristiwa tersebut juga ada kontradiksi internal orang Papua secara umum lebih khusus dalam internal Perjuangan. Mulai dari istilah yang digunakan 1 Desember ada melihat sebagai hari kemerdekaan Papua, sementara lihat peristiwa 1 Desember 1961 pengumuman hasil keputusan Dewan New Guinea Raad pada tanggal 19 Oktober 1961, dimana dalam peristiwa tersebut terjadi pengibaran bendera dan membacakan hasil keputusan NGR tentang Bendera, lagu kebangsaan, mata uang dan Wilayah Teritorial ditetapkan sebagai Papua Barat.

Dilihat dari proses tersebut maka pada tanggal 1 Desember 1961 hari Manifesto Politik Papua dalam proses persiapan dekolonisasi. Dengan Bahasa sederhana mendeklarasikan diri sebagai sebuah bangsa yang siap merdeka dan bernegara. 
Lebih sederhana pengumuman diumumkan secara terbuka bahwa Bangsa Papua sudah siap untuk merdeka dan mendirikan negara agar diketahui oleh rakyat Papua maupun masyarakat Internasional termasuk PBB saat itu baru mengadopsi Resolusi hak penentuan nasib sendiri melalui revolusi 1514 pada tanggal 10 Desember 1960.

Peristiwa politik pada tahun 1961 terjadi pada saat Belanda saat sebagai koloni pertama di Papua ikut mendukung proses persiapan dekolonisasi sampai dengan deklarasi Manifesto politik 1 Desember 1961 di Holandia Jayapura saat ini.

Selanjutnya tindak lanjut dari semangat nasionalisme sudah dibangun menjadi cikal bakal lahirnya proklamasi 1 juli 1971. Peristiwa politik dalam sejarah perjuangan bangsa Papua dilakukan untuk Menolak hasil Pepera 1969 dan Menolak kolonialisme Indonesia di Papua melalui berbagai perjanjian internasional yang ilegal tanpa melibatkan orang Papua sebagai subjek hukum Maupun politik. 

Dalam proklamasi bukan hanya pengumuman biasa namun membacakan teks proklamasi Negara Republik Papua Barat, kabinet pemerintahan dan Konstitusi negara secara de jure oleh Bangsa Papua, terlepas dari perdebatan dan perbedaan yang ada saat ini.
Untuk itu bangsa Papua Wajib menghormati dan memperingati dua peristiwa ini sebagai awal perlawanan terhadap kolonialisme Indonesia sekaligus juga menolak perjanjian-perjanjian internasional melegitimasi Keberadaan Indonesia di West Papua.

Perlawanan Terhadap Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak penyerahan administrasi West Papua kepada Indonesia sampai dengan pelaksanaan referendum Pepera 1969 yang penuh rekayasa, manipulatif dan cacat hukum serta cacat moral untuk kepentingan ekonomi kapitalisme Amerika Serikat dan sekutunya.

Pasca peristiwa politik 1 juli 1971 bangsa Papua mulai melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Indonesia sampai dengan saat ini masih melakukan perjuangan baik gerakan sipil kota, diplomasi dan gerilyawan TPNPB.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Papua kita tetap menghargai semua proses yang didorong menjadi landasan untuk kita semua yang sedang berjuang sampai saat ini.
Dengan demikian kita menghargai dan menghormati serta  mengakui peristiwa politik tersebut sebagai bagian dari sejarah bangsa bukan sejarah organisasi masing-masing.
 
Bila perlu kita refleksi semua catatan sejarah apa kekurangan apa kelebihan dari semua peristiwa politik dan perjuangan selama 54 Tahun kita lewati pasca proklamasi 1 juli 1971 awal perlawanan terhadap Indonesia di Papua waktu itu.

Apa yang sudah terjadi Tahun 196-1971 bahkan 1971--2025 saat ini sebagai pelajaran berharga tetapi juga menjadi dasar perjuangan kita sebagai sebuah bangsa yang kuat, bangsa bermartabat dan bangsa yang berintegritas.

Jika dalam sejarah secara de jure terjadi masa lalu ditemukan kekurangan secara ideologi, maupun secara politis juga Moral kita menghargai ide dan gagasan anak bangsa. Gagasan atau ide tersebut kita konseptualisasi ulang sambil berjuang. Aada kekurangan Kita isi ada kelebihan kita mempelajari sebagai pembelajaran dan yang kurang wajib dan tanggung jawab moral kita mengisi atau memperbaikinya.

Ini bukan soal dogmatis dengan romantisme masa lalu tetapi ini dalam rangka menjaga persatuan dan mempertahankan nasionalisme One people One soull menjadi semboyan bangsa. Hal yang ini juga bukan untuk menolak ide dan gagasan lain yang dikonsepkan oleh anak bangsa tetapi, justru bentuk penghormatan dan penghargaan semua ide bangsa tidak  meliberalkan.

Konsep atau ide-ide anak bangsa itu akan dibutuhkan tetap dipersiapkan sebagai sumbangan berharga untuk masa depan bangsa Papua.Ide-ide atau gagasan tersebut akan dikumpulkan dan akan dibutuhkan ketika revolusi demokratik dicapai atau ide diperdebatkan di masa transisi setelah revolusi demokratik tercapai.

Dengan demikian dalam momentum Peringatan HUT Republik Papua Barat yang ke 54  ini kita refleksi dan mendorong konferensi sejarah demi persatuan dan nasionalisme Bangsa Papua. 
Yang kita butuhkan adalah Persatuan untuk mencapai revolusi demokratik menjadi visi bersama, untuk itu penting Konferensi Sejarah untuk satukan semua peristiwa politik sejarah lahirnya gerakan perlawanan sipil maupun militer satu kesatuan dalam sejarah bangsa Papua. Hal ini penting agar perbedaan lahirnya organisasi dan peristiwa politik yang terjadi sejak 1961-2024 menjadi satu yaitu sejarah bangsa Papua.

Konferensi sejarah untuk satukan sejarah gerakan perlawanan 1961-2023 menjadi sejarah bangsa Papua bukan sejarah organisasi masing-masing agar generasi muda bisa dibaca suatu saat sebagai pembelajaran untuk mempertahankan eksistensi Bangsa Papua dan Perjuangannya.

Dalam tulisan ini mungkin sebagian kecil saya ketahui tetapi masih banyak peristiwa politik dan sejarah perjuangan di daerah masing-masing harus diakomodir dan disatukan.  
Terlebih khusus perjuangan bangsa Papua saat operasi militer sebelum Pepera dan sesudah. Sejarah perjuangan mahasiswa diluar Papua seperti AMP perjuangan solidaritas internasional maupun perjuangan kelompok diaspora dan perjuangan diplomasi internasional disatukan dan dilihat sebagai satu kesatuan yaitu sebagai sejarah bangsa Papua bukan sejarah organisasi masing-masing.
Mulai dari kesadaran persoalan sebagai anak bangsa Bangun persatuan adalah tanggung jawab moral demi pembebasan nasional.

Selamat Memperingati HUT Republik Papua Barat yang Ke 54  Tahun.

Ones Suhuniap 

#Pengikut
#Proklamasi1Juli1971
#LawanKolonialismeIndonesia
#LawanKapitalisme
#BagunSosialisme
#BangunPersatuan
#LawanMiliterisme
Iklan ada di sini

Komentar